Ekonomi RI Bisa Kena Dampak Jangka Panjang Covid-19, Apa Maksudnya?

Perekonomian Indonesia diperkirakan bisa mengalami dampak permanen jangka panjang akibat pandemi Covid-19, salah satunya pada tingkat Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB). Menurut Deputi Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Amalia Adininggar, perkembangan PDB sebelum dan setelah krisis ekonomi 1998 bisa jadi pelajaran.

Amalia mencatat bahwa Indonesia butuh waktu 5 tahun untuk mengembalikan tingkat PDB sebelum krisis 1998. Bahkan sampai saat ini, kata dia, Indonesia belum bisa mengembalikan ke proyeksi PDB jika tidak ada krisis 1998. Dalam proyeksi tersebut, PDB Indonesia saat ini seharusnya bisa 30 persen lebih tinggi.

“Jadi inilah dampak permanen yang kemungkinan kita bisa juga alami setelah Covid-19 ini, jika tidak lakukan perubahan fundamental,” kata Amalia dalam acara 50 Tahun Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada Rabu, 1 Agustus 2021.

Selain pada tingkat PDB, Amalia juga mencatat perkembangan tingkat pengangguran sebelum dan sesudah krisis 1998. Pada 1995, tingkat pengangguran di kisaran angka 5 persen. Lalu meningkat hingga 13 persen pada 2005, atau 7 tahun pasca krisis 1998.

Tapi pada 2019, Amalia mencatat tingkat pengangguran baru turun ke angka 6 persen. Posisi ini masih lebih tinggi ketimbang kondisi sebelum krisis.

Terakhir, proyeksi soal pengangguran ini juga sudah disampaikan oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO) untuk skala global. Mereka memperkirakan lebih dari 200 juta akan tetap menganggur pada 2022, atau lebih tinggi dari sebelum pandemi pada 2019 yaitu 187 juta orang.

12 Selanjutnya

Peringatan soal dampak jangka panjang pandemi ini juga disampaikan oleh ekonom senior CSIS Haryo Aswicahyono dalam acara yang sama. Haryo menyadari bahwa pemerintah saat ini berkutat pada dampak jangka pendek pandemi. “Tapi tidak sepatutnya kita kehilangan visi jangka menengah dan panjang,” kata dia.

Ia mengingatkan pemerintah soal scaring effect atau dampak jangka panjang pada perekonomian. Haryo mencontohkan seorang bayi yang lahir pada saat kebakaran hutan di daerah kebakran hutan. “Sepuluh tahun kemudian prospek untuk mendapat income yang tinggi turun 2,8 persen atau 5,3 persen,” kata dia.

Amalia sepakat dengan peringatan yang disampaikan Haryo. Menurut dia, Indonesia punya sejumlah pekerjaan rumah sebelum pandemi. “PR ini kemudian diperbesar dengan adanya krisis dari Covid-19,” kata dia.

Pekerja rumah tersebut dirangkum Amalia dalam beberapa indikator perekonomian. Salah satunya dalam ekspor manufaktur di 2019, Indonesia terbawah dibanding Cina, Vietnam, Filipina, Thailand, dan Malaysia.

Selain itu, kata Amalia, kinerja sektor manufaktur Indonesia juga turun terlalu cepat dibandingkan dengan negara level PDB per kapita yang sama. Amalia membandingkan Indonesia dan Thailand.

PDB per kapita Indonesia dan Thailand pada tahun 2020–di awal-awal pandemi Covid-19–berada di level yang sama. Tapi, kinerja manufaktur (Manufactur Value Added) di Thailand mendekati 30 persen dari PDB. “Sedangkan Indonesia sudah di bawah 20 persen,” kata Amalia.

Perekonomian Indonesia diperkirakan bisa mengalami dampak permanen jangka panjang akibat pandemi Covid-19. Apa maksudnya?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *